Cerita ini adalah kisah nyata yang mengalami perubahan tidak perlu di beberapa lini sehingga terkesan sedikit fiksi dan, sumpah! Ini nyata! Beneran dech… suer! Kalo nggak percaya, saya tunggu di luar! -pengen kenalan :-)
SOsSOK
Pada suatu hari, di tengah desa sedikit ke pinggir, di sebuah rumah yang mungil sedikit centil dan tidak dekil, sedang terjadi keributan yang tidak biasanya. Keributan tersebut berasal dari ruang tengah, di pinggir ruang tamu, di dekat kursi, di atas sebuah tikar, tepatnya di depan sebuah televisi. Ada tiga sosok di tambah dengan satu remaja yang masih lucu, sedang memperhatikan salah satu sosok yang sedang telentang dan kedua kakinya di tekuk sehingga lututnya meninggi serta di renggangkan.
Di situlah sedang terjadi, kalo yang katanya para ilmuwan mereka sebuat sebut dengan ledakan besar, karena akan terjadi sebuah ledakan dari sebuah perut yang melendung dan, di situlah saya, sedang telengkup dan sedikit terusik karena di paksa untuk keluar, katanya sih, rahim ibu saya udah nggak muat untuk nampung saya lagi, so, di usir ne ceritanya?!
Berikut ini adalah dialog dengan pengubahan seperluya agar di mengerti dalam kekacauan tersebut:
“ayo! Ayo! Berusaha! Terus! Terus! Terus!” kata sang dukun menyemangati.
“ye, buduk! Eh, bu dukun, jangan terus-terus terus dong! Ntar nabrak lagi?! Kalo nabrak gimana? Mau tanggungjawab apa?” protes sorang laki-laki yang saat itu umurnya mungkin sudah berkepala tiga.
“eh, iya-iya, sori…”
”woi!! Jangan ngomong aja! Gimana nih?!! Sakit tauk!” seru seorang wanita yang saat itu menjadi pusat perhatian.
“eh, iya. Ya udah, ayo bu dorong-dorong! Terus dorong!” lanjut bu dukun kembali sambil memperaktekkan cara mengambil nafas sambil mendorong.
Sedangkan itu, seorang remaja yang menyaksikan hal itu telah bermandikan dengan tetesan keringat yang entah tiba-tiba mengucur dari seluruh tubuhnya, karena tidak tahan melihat penderitaan ibunya, ia kemudian berlari masuk ke dalam kamar dan berdoa.
“ya tuhan, selamatkanlah ibu saya, plis ya tuhan, cepatkanlah pertandingan ini ya tuhan, menangkanlah ibu saya ya tuhan, ok? selamatkanlah bayi itu ya tuhan, pliisss, seperti apapun bentuknya dan rupanya ya tuhan, amin…”
Sementara itu di dalam perut, saya sedang berdebat dengan para malaikat penjaga rahim ibu saya.
“ayo keluar…!!!”
“nggak…!!!”
“keluar..!!!”
“nggak..!!!
“keluar.!!!”
“nggak.!!!
“keluar!!!”
“nggak!!!”
“KELUAR!!!”
Dan ahhirnya dengan sentakan kuat dari para malaikat di dalam rahim ibu saya, sayapun keluar dari tempat yang paling nyaman dan perlindungan paling aman serta paling rahasia di dunia itu. Karena keluar dengan cara tidak terhormat, ahirnya saya langsung menangis, apalagi langsung di gendong dengan buduk, eh bu dukun yang udah tua, peot dan keriput, coba suster yang cantik, apalagi bahenol and montok, pasti saya langsung minta kenalan plus minta nomer handphonnya juga, hehe.
Akhirnya, semuanya bahagia dengan kemunculan sosok baru di dalam keluarga kecil yang tidak terencana tersebut.
Seperti biasa, selamatan digelar unutk mensyukuri lahirnya saya. Potong rambut di mulai dan pemberian nama oleh salah seorang nyai yang sangat masyhur di tempat itu, dan menamai saya yang hingga saat ini menjadi label di jidat saya yang sedikit lebar, yaitu ABDUL MUHSI.