Powered By Blogger

Selasa, 03 Januari 2012

Topan (sepenggal kisah)

Beberapa bulan yang lalu, saya membaca majalah sastra Horison (gayane reekkk…(: ), kebetulan saat itu yang dibahas Novel ALI TOPAN, lupa karya siapa dan tahun berapa, tapi setelah membaca itu, saya puny aide untuk membuat kisah bergya 80’an yang terkesan action, tapi ahirnya,saya sendiri gak ngerti, apa cerita ini bergaya 80’an, atau sok 80’an, yah… jatohnya (aduuhhh… :P ) tuk menyalurkan inspirasi dan mengasah bakat, maklum masih kacangan, lama gak nulis lagi, hm… ya udahlah, kalo dah bosen baca curhat saya, lanjut ja….

Topan
(sepenggal kisah)

“Heh! Kalian mundur, gue yang maju,”
“Ok boss!”
Lalu, orang yang punya badan paling besar yang di panggil bos tersebut maju, lewati tengah antara kedua anak buahnya yang sedikit lebih kecil badannya.
“Lo liat cewe elo”, kata si bos sambil melirik kearah mobil mereka yang di dalamnya terdapat Arisa yang kedua tangan dan kakinya terikat plus mulut yang tersumpal.
“Lo tenang aja, gue gak bakalan ngapa-ngapain cewe lo, kita cuman disuruh bokapnya buat ngejemput dia,” lanjut si boss dengan santai, “ya, kecuali bokapnya gak sanggup bayar kita, itu lain lagi ceritanya, hehehe, soalnya kita bakal minta bayaran yang gede, hahahahaha,” si bos tertawa, di sambut tertawa oleh kedua anak buahnya.
Mendengar hal tersebut, hati Topan semakin terbakar, ditambah dengan tatapan Arisa yang tak rela harus berpisah dari kekasihnya, apalagi hal itu karena Arisa harus pulang ke rumah yang sudah ia tinggalkan dengan susah payah.
“Lo mau bayaran berapa???” teriak Topan geram, mendengar teriakan Topan, si bos berhenti tertawa dan berekspresi terkejut.
“Apa?? Gue gak denger, lo bilang apa barusan? Bayar? Lo mau bayar gue? Hah!” Sahut si bos dengan suara dan wajah remeh,
“Oi Reng!”
“Ia bos?!” Sahut Gareng-yang punya tato di lengan kirinya
“Elo denger dia bilang apa barusan??” tanya si bos dengan ekspresi menghina Topan.
“Nggak bos!”
“Elo Truk??”
“Nggak juga bos,” jawab Petruk-yang mempunyai tato di lengan kanannya, “emang ia bilang apa bos???” Tanya Petruk berlagak bodoh.
“Dia bilang mau bayar kita, hahaha”
“Hahaha,” serentak ketiga preman sewaan tersebut tertawa lagi.
“Apa bos?? Bayar??? Mau bayar pake kentut?! Hahaha, dasar! Gablek!” kata Petruk dengan suara tinggi.
Darah Topan semakin memuncak melihat sandiwara ketiga preman di depannya. Seakan-akan, semua ini, semua hal yang telah ia lakukan, tidak artinya.
“Heh, anjing! Maju lo!,” Sentak Topan keras, “nggak lucu!”
Kontan si bos meradang mendengar umpatan Topan, “heh! Masih bocah udah berani-beraninya manggil gue anjing, kampret!!!”
Si bos langsung berlari ke arah Topan dengan tangan terkepal dan langsung menyerbu dengan tangan kanannya tuk meninju pipi Topan dengan cepat.
“Serangan lurus,” bisik hati Topan.
Dengan cepat Topan merunduk tuk menghindari tinju si bos, ia lalu bangkit dengan siku tangan kanan yang dengan pas menggetarkan rahang bawah si bos. Si bos sedikit terjungklang, tak mau kehilangan kesempatan, Topan melangkahkan kaki kirinya dan  dengan sigap, tangan kiri Topan meraih kerah si bos, menariknya, sambil mengirimkan tinju tangan kanannya yang telak kembali menggetarkan rahang si bos.
Setelah berhasil dengan serangannya, Topan mundur dua langkah dengan kaki kanan berada di depan dan nafas yang memburu karena dorongan andrenalin yang kuat.
“Aarrrggghhh….,” si bos mengerang mendapatkan serangan dari Topan yang tak ia kira sebelumnya.
“Anjing!” Umpat si bos, “heh, Reng! Truk! Maju!” Perintah si bos sambil memijat-mijat rahangnya.
Garengpun langsung berlari menyongsong Topan dan langsung mengarahkan tinjunya.
“Lurus lagi,” pikir Topan yang sudah berganti posisi dengan kaki kiri di depan.
Topan kemudian menangkap tangan Gareng dengan sekuat tenaganya lalu mengarahkan tinju tangan kanannya ke wajah Gareng, namun tangan kiri Gareng dengan sigap menangkap tinju Topan. Tak kehabisan akal, Topan meloncat dengan pijakan kaki kirinya dan mengarahkan lututnya ke “barang” milik Gareng.
“Aaarrrrgggghhhhh……”
Sontak Gareng mengerang dan mundur sambil menggenggam “senjatanya” yang seakan-akan mau pecah. Topan tersenyum simpul melihat Gareng kesakitan, lalu Topan melirik Petruk yang mematung melihat Gareng kesakitan sambil menggenggam “anunya”. Melihat tubuh Petruk yang paling kecil di antara preman sewaan. Topanpun memilih maju tuk menyerang duluan.
“Yang lebih besar badannya gue bisa robohin, masa yang paling kecil nggak,” pikir Topan bangga sambil berlari ke arah Petruk dan mengangkat tinjunya ke arah Petruk. Namun, perkiraan Topan meleset, Petruk dapat menangkap tangan kanannya, tak mau kehilangan kesempatan, tangan kiri Topanpun segera melesat ke arah mata Petruk, meninggalkan posnya yang untuk bertahan. Tapi, sekali lagi, bogemnya di tangkap dengan mulus oleh tangan kanan Petruk yang lebih cepat dari yang Topan kira.
Setelah mendapatkan kedua tangan Topan, Petruk langsung memelintir kedua tangan Topan secra bersamaan, yang kiri memutar ke kanan, yang kanan memutar ke kiri.
“Aaaaaahhhhhh….”
Topan langsung menjerit merasakan kedua tangannya diplintir dengan kuat oleh Petruk. Belum sempat ia berpikir dan bereaksi, Petruk keburu meloncat tinggi dengan kedua kaki terangkat sampai di depan dada Topan dan melesat menghantamnya.
“Brruuk!”
Topan terpental kebelakang cukup jauh. Otaknya tak sempat berpikir apa yang terjadi barusan, yang ia rasakan, ia tak bisa bernafas, se akan-akan paru-parunya ditekan sangat keras hingga menolak oksigen tuk masuk.
Brak buk buk buk.
Topan terpental beberapa kali akibat tendangan Petruk yang keras.
“Huahahahaha”
Tanpa dikomando, si bos dan Gareng yang masih menggenggam “keperkasaannya” tertawa terbaha-bahak bersama-sama melihat kejadian barusan.
“Wah, hebat lo Truk, gak percuma lu pernah masuk karate dulu!” Teriak si bos bangga.
Samar-samar, Topan mendengar teriakan si bos, namun ia masih bejuang dengan dadanya yag masih kesulitan bernafas dan terbatuk-batuk. Namun ia tak mau berlama-lama, Topan kembali bangkit dengan susah payah sambil memegang dadanya yang serasa terbakar.
Dengan nanar, Topan memandang ke arah Petruk yang berada di samping jalan dengan nafas yang tersengal-sengal, Topan lalu melirik kekiri sedikit dan melihat mobil di belakang Petruk yang di dalamya terdapat Arisa yang telah banjir air mata melihat Topan.
“Tenang Arisa, Topan gak papa, Topan kuat kok,” kata Topan lirih.
Sejenak, otak Topan tersadar, ia bertarung dengan ketiga preman tersebut di samping jalan raya, dengan mobil berlalu-lalang dan banyak orang di sekeliling, tapi, kenapa mereka semua hanya melihat, tak ada satupun yang maju untuk menolongnya, ataupun melerai, atau juga menariknya agar tak melanjutkan perkelahian. Dengan sedikit inisiatif, Topan berteriak sambil menahan sakit di dadanya yang belum siap.
“Hei… kalian semua, uhuk,” Topan batuk kecil sambil menggengam dadanya, “gue tau, mereka udah sering bikin ulah di sini,” teriakan Topan semakin keras, meskipun ia tak tahu, apakah ketiga preman di depannya ini adalah preman di sekitar sini atau tidak, ia hanyan ingin memprovokasi orang-orang agar perkelahian ini cepat selesai dan ia bisa dengan cepat membawa Arisa pergi.
“Kalo kita bersama-sama, kita pasti bisa ngalahin mereka! Mereka Cuma bertiga, sedangkan kita banyak! Cukup ambil kayu, lalu kita serang mereka bersama-sama!” Teriak Topan mantap, namun, orang-orang hanya saling berbisik dan menatap Topan dengan kasihan, namun tak ada satupun di antara mereka yang maju.
Si bos dan anak buahnya melihat sekeliling setelah mendengarkan teiakan Topan, namun, mereka langsung tertawa melihat tak ada orang yang mau menolong, terlebih, mereka malah semakin menjauh.
“Hahahahaha, heh! Kasian deh lo!” Teriak si bos, “gak bakalan ada yang berani nolongin lo, mereka semua cuma mikirin hidup mereka sendiri. Emangnya elo sapa? Sodara mereka? Anak presiden? Anak mentri? Emangnya lo mau tanggung jawab kalo mereka ada apa-apa?” Hahaha, si bos balas memprovokasi dengan lantang, membuat orang-orang semakin menjauh.
“Sial!” Umpat Topan pada dirinya sendiri.
“Oya, lu bilang apa tadi? Kayu? Hm…. Kita nggak kepikiran pake kayu tadi, tapi, karna lo udah ngingetin,” Petruk tersenyum lebar sambil memungut sepotong kayu yang bersandar pada pohon di pinggir jalan, “makasih ya, hahahaha,” Petruk kemudian mengankat tongkat tersebut dan meluruskannya dengan kepala Topan sambil memejamkan mata kirinya dan memicingka mata kanannya, “hahahaha…. “, Petruk lalu berjalan ke arah Gareng, begitupun juga sebaliknya, mereka berdua berganti posisi, Petruk di sebelah kiri, sedangkan Gareng di sebelah kanan.
“Apa yang mereka berdua lakuin, kenapa mereka ganti posisi,” pikir Topan, tapi otaknya mampet, tak bisa memikirkan hal itu, padahal tato Gareng di lengan kiri sedangkan tato Petruk di sebelah kanan, lalu kenapa berkebalikan?
Belum selesai Topan berspekulasi dengan otaknya, Petruk dan Gareng telah maju dengan Petruk yang menyerang duluan sambil mengankat tongkat kayu. Topan langsung menegakkan dirinya menyambut serangan Petruk yang lurus mengarahkan tongkatnya ke kepalanya.
“Serangan lurus lagi,” pikir Topan.
“Heeeaaahhh….” Petruk berteriak sambil menyerang, menarik tongkatnya ke belakang lalu melesatkannya mengarah ke kepala Topan dengan cepat, sedangkan Topan bermaksud tuk menangkap tongkat tersebut lalu mengarahkan lututnya ke perut Petruk, namun, kayu tersebut bukannya menghantam kepala Topan, melainkan tongkat tersebut mengayun ke arah kiri Petruk dan berujung dengan mendarat di perut Topan.
“Buuukkkk!!!!!”
Tak ada suara yang keluar dari mulut Topan, hanya serangan nafasnya yang seperti orang sekarat terdengar sebentar lalu berhenti, seadakan-akan, nyawanya keluar bersamanya dengan mulut yang menganga dan wajah kedepan serta badan yang menunduk akibat benturan keras tongkat Petruk. Tak cukup sampai di situ, di belakang Petruk ada Gareng yang dengan mantap mengarahkan bogem tangan kirinya ke arah wajah Topan yang melotot kesakitan.
“Bruak!!”
Topan terpental keras kebelakang dengn sakit yang ia rasakan menjalar di sekujur tubuhnya.
“Bruk!”
Hitam.
xxx