Powered By Blogger

Senin, 19 Desember 2011

tentang Hujan dan kanak-kanak


Alhamdulillah… untuk yang ke beberapa kalinya, Sukorejo hujan lagi, huhuy… B) Yah… meskipun tidak sederas seperti sebelum-sebelumnya, setidaknya, bisa dinikmati dengan pemandangan yang cukup mengesankan mata dan mendecikkan lidah.
Memang, sedikit mengherankan, kenapa desa Sukorejo ini jarang sekali hujan? Tapi tidak tandus ya… apa karena letak geografisnya? Atau mungkin saja hujannya diguna-guna, sampai-sampai enggan untuk terjun di tanah Sukorejo, entahlah… hal itu memang sering menjadi buah pertanyaan dari aktor-aktor di desa ini, baik dari masyrakatnya, ataupun dari santri yang mondok di pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo. Dan yang cukup mengherankan, hujan sering terpotong. Hanya sampai di desa sebalah. fiuh… masak hujan aja mau ngampung ke desa sebelah? Huuh….
Tapi, setidaknya hujan yang tidak sebegitu derasnya ini cukuplah untuk menghibur dari rasa panas terik matahari, dan juga untuk menghibur para santri, untuk hujan-hujanan, hehehe…. Begitupun saya sendiri, hihi :P
Entah, sudah berapa tahun saya tidak pernah hujan-hujanan. Kalau diingat-ingat, selama SMApun tidak pernah mandi hujan, ya, mungkin sampai SMP saja masih suka hujan-hujanan. Emang sih, rada kekanak-kanakan, sudah kuliah, tapi masih suka hujan-hujanan. Haha, dari pada hanya diam di rumah, nggak ngapa-ngapain, atau cuma baca buku? Dengerin musik? Ah… masa itu mulu??? Tidur? Kaya nggak ada kerjaan lain aja, atau mau lihat TV? Takut kena petir ntar J, memble dah jadinya, hahai… mending hujan-hujanan, maen aer, tendang-tendang air digenangan, hm… J. Kayaknya kotor ya, jorok, maenin air genangan, tapi ya sekali lagi, asik… bisa happy… dan hal itu semua yang banyak dinafikan oleh orang-orang yang ngakunya sudah dewasa (dan terlanjur tua,hehe (: ).
Tapi, coba kita flashback dulu kebelakang, ke umur-umur yang sudah kita lewati, ke waktu-waktu yang sudah kita jelajahi, atau, ke masa-masa kita masih kecil, kemasa-masa hidup hanyalah untuk bermain, tertawa, dan menangis. Pernah nggak, terpikir untuk mengulangi lagi masa-masa itu, tidak mengenal namanya stress, sumpek karena banyak fikiran, perbedaan dan saling sikut karena banyak kepentingan, dan banyak lagi masalah-masalah tanggungan mental dan otak lainnya. Kenapa kita tidak mengulang hal-hal itu lagi, apa sih yang membuat kita dulu, sewaktu masih kecil bisa bahagia? Main kejar-kejaran, petak umpet, main layang-layang, sepak bola, panjat pohon, ke pantai, mandi di sungai, dan salah satunya, hujan-hujanan (ups… maksud saya sejak tadi itu, hujan-hujanan adalah mandi hujan, tidak sama dengan mobil-mobilan yang artinya mobil mainan atau replika dari mobil sungguhan yang bentuknya lebih kecil, ah… ngerti dong…(B ). Ya, mungkin butuh penyesuaian lagi dengan keadaan moral dan fisik kita yang semakin membesar. Tapi setidaknya, cobalah untuk mengulang, apa saja yang membuat masa kecil kita begitu bahagia, meskipun hal itu hanya sekelumit saja, hanya satu hal saja, mari kita lakukan hal itu, dengan format yang berbeda, tapi tetap bertujuan satu hal, BAHAGIA.
Kalo ngomongin hal ini, mengingat tentang masa kecil yang bahagia, main-main, teriak-teriak tanpa peduli orang-orang sekitar yang juga sedikit tidak peduli pada apa yang kita lakukan, jadi teringat ke puisi kakak saya, ini puisinya, judulnya, temali. 
Temali

simpul-simpul itu jatuh
ia tidak menggenang-genang lantai
ia digerus, dipilin, dihembus, jauh-jauh!
tidak, ia tidak berderis
hanya jatuh
jauh, jatuh

            barangkali, hakikatnya adalah
                        bingkai masa lalu
                        karena ia lahir dari masa lalu
                        ia juga mantan masa lalu
masa lalu yang anak-anak
tembang anak-anak
ia juga mantan anak-anak
            menjadi anak-anak adalah cita-cita
                        bingkai masa lalu
            menjadi anak-anak seolah kembali
            yang tanpa beban, lepas beban dengan menangis
            kini, menangis dibilang cengeng
            tapi anak-anak
            berlari dengan tanpa
            memeluk siapa saja dan apa tiada resiko
            mencium siapa saja tak ada menghalang
            karena ia anak-anak
                        bingkai masa lalu
            ia ingin kembali menjadi anak-anak
            tiada mengenal moral
            tiada kenal akhlaq

kini, ia temali
yang harus bermoral
yang harus berakhlaq
seolah tiada bingkai masa lalu
                        ia menyesal, tidak lagi menjadi anak-anak

Kita tidak mungkin menjadi kanak-kanak kembali, tapi setidaknya kita mengingat beberapa hal, kita pernah melewati masa itu, betapa menyenangkannya masa-masa tersebut, tidak mengenal perbedaan, berteman dengan siapa saja, memang terkadang ada sedikit konflik, pertengkaran, dan lainnya. Tapi, tetap saja, pada ahirnya akan tetap kembali bersama, untuk bermain bersama, dan melupakan pertengkaran tersebut, hm... itu yang membuat saya selalu tersenyum....kapan kita akan seperti itu lagi???

1 komentar:

Zyadah mengatakan...

muhsi...aku rindu tulisanmu,